kajian.konstitusi

kajian konstitusi merupakan kompilasi pemikiran ketatanegaraan dan konstitusi mutakhir yang disusun secara dialogis antara penulis dan pembaca yang berminat pada kajian hukum, konstitusi dan ketatanegaraan disajikan bagi para pengamat hukum ketatanegaraan di Indonesia, khususnya bagi para pengamat konstitusi, politik, filsafat hukum, aspek ekonomi, sosial dan budaya konstitusi di Indonesia

Nama:
Lokasi: Bekasi, jawa barat, Indonesia

pengamat muda kajian konstitusi dan hukum tata negara, menjabat sebagai anggota komisi konstitusi, dosen pada universitas pancasila dan beberapa perguruan tinggi di indonesia sekarang giat memprakarsai budaya berkonstitusi(constitutional culture) dalam Lembaga Kajian Konstitusi sebagai Sekretaris

Minggu, 07 September 2008

Memaknai Hari Konstitusi Indonesia

Pencanangan Hari Konstitusi Indonesia oleh segenap komponen bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2008 di Ruang GBHN Gedung Nusantara V yang ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi Indonesia secara simbolik oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketua Dewan Perwakilan Daerah, dan Ketua Lembaga Kajian Konstitusi, serta dikuti oleh para pimpinan dan anggota lembaga-negara serta para insan konstitusi menunjukkan kebulatan tekad para pemimpin bangsa untuk menjungjung tinggi konstitusi dan demokrasi di Indonesia.

Semula bangsa Indonesia hanya memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus, namun mulai sekarang melalui pencanangan tersebut, kita memperingati tonggak sejarah saat para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyepakati secara aklamasi pedoman dan dasar bangsa Indonesia menata kehidupan ketatanegaraan Indonesia diawali dengan penetapan Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memiliki arti penting bagi terumuskannya pasal-pasal dalam undang-undang dasar, sehingga setelah pembukaan ditetapkan, selanjutnya anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membahas dan menetapkan Pasal 1 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Tiba pada bagian Aturan Peralihan, Sukarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, meminta agar disahkan dulu Pasal III Aturan Peralihan, bahwa “Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,” dan sebelum kertas suara dibagikan kepada seluruh anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Oto Iskandardinata sebagai salah seorang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengajukan agar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan dengan cara aklamasi. Dan sebagaimana banyak dimuat dalam catatan sejarah, pemilihan Sukarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia serta Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dilakukan secara aklamasi.

Beranjak dari paparan tersebut, nampak pada kita, bahwa para Perumus Undang-Undang Dasar 1945 mengutamakan asas musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan putusan-putusan penting. Bahwa asas ini seharusnya menjadi keutaman bagi bangsa Indonesia dalam merumuskan kebijakan-kebijakan nasional demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi bangsa Indonesia.

Menurut madzhab Originalist Theories yang meyakini, bahwa: “… constitutions are often thought of as contracts or bargains, reflecting a particular distribution of bargaining power among social entities that may alter (resulting in pressure for renegotiation) over time (Konstitusi acapkali dianggap sebagai perjanjian atau kesepakatan yang mencerminkan pembagian kekuasaan tertentu antarlembaga-lembaga sosial yang dapat dikaji (jika terjadi desakan bagi kesepakatan ulang), sehingga Konstitusi Indonesia juga merupakan kesepakatan segenap komponen bangsa yang dirumuskan sebagai dokumen filosofis, hukum, politik, ekonomi dan sosial budaya yang menjadi pedoman bagi suatu negara menata dirinya.

Terkait dengan ajaran tersebut, nilai-nilai dalam Pembukaan menjadi sumber pengaturan serta sebagai “bintang pemandu” (guiding star) lebih lanjut dalam konstitusi serta peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bahwa seluruh peraturan perundang-undangan baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seharusnya mengacu pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 berikut pasal-pasal dalam konstitusi dan menjadi pedoman utama bagi perumusan norma-norma dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Inilah makna kita ajukan tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi Indonesia di samping sebagai sebagai salah satu wujud rasa syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa dan penghormatan pada jasa para Perumus Undang-Undang Dasar 1945, serta sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban moral demi mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang menjunjung tinggi konstitusi, serta berbudaya konstitusi (constitutional culture).



Jakarta, 18 Agustus 2008

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda